Karena
beberapa jenis distilasi berkembang dengan aplikasi ke beberapa jenis sampel,
modifikasi dari metode distilasi juga berlangsung cepat. Setiap sampel, terutama
sampel alam mengandung tingkat kesulitan yang berbeda dengan sampel
laboratorium. Perkembangan metode analitik sering kali didorong oleh
keberagaman sampel yang ada dan memerlukan studi mendalam mengenai struktur
sampelnya.
Salah
satu jenis distilasi yang sering dibicarakan adalah distilasi fraksional,
karena sangat berguna untuk memisahkan kandungan berguna dari minyak bumi.
|
Distilasi
vakum, distilasi uap, distilasi azeotropik, distilasi solar adalah beberapa
jenis distilasi yang lain yang juga sering digunakan, melakukan pernisahan
berdasarkan pada sifat pernisahan kirnia yang diperlukan sampel.
|
1. Distilasi Konvensional
Distilasi
konvensional merujuk pada distilasi sederhana yang sering dilakukan di
laboratorium pendidikan. Proses distilasi berlangsung jika campuran
dipanaskan dan sebagian komponen volatil menguap naik dan didinginkan sampai
mengembun di dinding kondensor. Destilat ini ditampung di sebuah tempat baru.
Pada distilasi sederhana ini tidak digunakan refluks sebagai kolom
fraksionasi. Destilat akan diembunkan dan dialirkan turun ke tempat
penampungan seperti terlihat pada Gambar 5.9. Dalam distilasi sederhana
memang tidak terjadi fraksionasi pada saat kondensasi karena komponen
campuran tidak banyak. Jika campuran terdiri dari banyak komponen maka cara
sederhana ini tidak dapat digunakan karena kondensat atau destilat yang
didapat masih merupakan campuran juga.
|
Pada
praktiknya, distilasi sederhana sangat sulit untuk mernisahkan komponen
campuran dengan sempurna. Destilat yang tertampung masih berupa campuran dan
harus dianalisis lebih lanjut. Distilasi konvensional juga sangat tidak
praktis untuk mernisahkan campuran berkomponen banyak. Di lain pihak
distilasi sederhana sering digunakan untuk tujuan pemurnian sampel dan bukan
pemisahan kimia dalam arti sebenarnya. Distilasi sederhana juga sering
digunakan untuk keperluan di
laboratorium kirnia untuk menggambarkan proses pernisahan sederhana.
|
2. Distilasi Fraksional
Distilasi
fraksional sangat bergantung pada kondisi campuran yang akan dipisahkan.
Jumlah piring teoretis yang dilukiskan dalam persamaan Fenske dan secara
operasional masih ada beberapa koreksi dari apa yang telah dikemukakan pada
persamaan Fenske. Metode McCabe- Thielle memperhitungkan garis aktual yang
berbeda dari garis operasi ideal (garis X = Y). Dengan demikian, dalam
metode ini ada garis baru di dekat garis operasi yang memperhitungkan
kemungkinan perbedaan komposisi cair dan uap yang diasumsikan konstan. Rasio
refluks dalam hal ini memang sangat bergantung pada kondisi eksperimen,
campuran yang dipisahkan dan hasil yang diharapkan.
Jika
dibandingkan dengan distilasi sederhana biasa, distilasi fraksi minyak bumi
dapat digunakan sebagai contoh. Pada Gambar 5.10 digambarkan perubahan titik
didih lawan persentase destilat yang memiliki pola berbeda antara distilasi
fraksional dengan 100 piring teoretis dan distilasi sederhana biasa. Pada
distilasi fraksional setiap pemisahan komponen dilukiskan dengan bagian kurva
yang mendatar dan berubah menurut temperatur. Pada distilasi biasa di mana
tidak digunakan pemisahan fraksi-fraksi destilat karena kondisi
eksperimennya. Dengan sendirinya tidak ada garis mendatar pada grafik
temperatur vs persentase destilat. Untuk tujuan pemurnian
sering digunakan distilasi sederhana.
|
3. Distilasi Vakum
Distilasi
vakum dilakukan dengan menurunkan tekanan, dari beberapa ratus mmHg sampai
0,001 mmHg atau hampir vakum. Tujuan utamanya adalah menurunkan titik didih
cairan yang bersangkutan. Hal ini dilakukan jika senyawa-senyawa target mudah
terdekomposisi pada titik didihnya atau jika titik didih senyawa target susah
untuk dicapai. Tambahan lagi, volatilitas relatif juga meningkat jika tekanan
diturunkan.
Dengan
demikian, rancangan peralatan distilasi tidak sederhana karena memerlukan
sistem tertutup. Kolom distilasi biasanya mempunyai desain sebagai kolom
berisi dan tertutup (packed column) untuk distilasi fraksional. Distilasi vakum tinggi (high
vacuum distillation) dilakukan untuk tekanan 1-50
mmHg. Di bawah 1 mmHg distilasi dilakukan dengan kolom fraksionasi khusus.
Distilasi
vakum sangat berhubungan dengan distilasi fraksional. Untuk kolom fraksionasi
besaran yang digunakan untuk menentukan keberlangsungan proses adalah HETP (height
equivalent to a theoreticai plates) di mana
harga HETP rendah merupakan indikasi sistem yang baik.
4. Distilasi Uap
Distilasi
uap dilakukan untuk mernisahkan komponen campuran pada temperatur lebih
rendah dari titik didih normal komponen-komponennya. Dengan cara ini
pernisahan dapat berlangsung tanpa merusak komponen-komponen yang hendak
dipisahkan. Cara ini dapat dipilih jika komponen-komponen yang dipisahkan
sensitif terhadap panas dan harus dijaga.
Ada dua
cara melakukan distilasi uap. Yang pertama adalah dengan menghembuskan uap
secara kontinu di atas campuran yang sedang diuapkan. Cara kedua adalah
dengan cara mendidihkan senyawa yang dipisahkan bersama dengan pelarut yang
diuapkan. Komponen yang dipisahkan dididihkan bersama-sama dengan
pelarutnya. Tekanan parsial dari komponen ini secara bertahap akan mencapai
kesetimbangan tekanan total sistem.
Dalam
model distilasi uap ini temperatur dari komponen yang dipisahkan dapat
diturunkan dengan cara menguapkannya kepada uap pembawa (carrier),
biasanya uap pelarut. Temperatur penguapan dalam hal
ini lebih rendah dari temperatur didih senyawa-senyawa yang dipisahkan. Hal
ini juga untuk menjaga agar senyawa-senyawa komponen yang dipisahkan tidak
rusak karena panas. Jika pelarutnya air maka uap pelarut adalah uap air. Uap
pelarut ini akan membawa serta komponen
|
5. Distilasi Azeotropik
Tipe
distilasi semacam ini biasa digunakan untuk campuran azeotropik di mana
komponen campuran yang dipanaskan bersama-sama membentuk titik azeotropik
karena sifat kimia yang berbeda dari komponen-komponen yang ada dalam
campuran. Dengan demikian, pemisahan bertahap dengan cara distilasi biasa tidak
menguntungkan. Biasanya hal ini diatasi dengan menambahkan sebuah senyawa
lain yang akan mengubah volatilitas relatif dari senyasenyawawa- dalam
campuran agar mudah dipisahkan. Senyawa-senyawa aditif ini biasa disebut sebagai "entrainer" yang berupa senyawa-senyawa yang mengubah "sisa" dari proses distilasi pada komposisi tertentu.
Kebanyakan sistem azeotropik membentuk titik didih bersama di bawah titik didih normal masing-masing komponen. Sistem ini disebut mempunyai sebuah minima. Ada beberapa sistem azeotropik memiliki sebuah maksima, namun yang sering terjadi adalah sistem-sistem yang memiliki minima. Gambaran mengenai proses distilasi dari campuran yang mempunyai minima dapat dilihat pada Gambar 5.11.
Sebagai contoh, komposisi (1) dan (2) didapat dari dua buah temperatur distilasi sistem azeotrop dengan sebuah minima. Atau dalam satu temperatur kita mendapatkan dua buah komposisi A maupun B yang jauh berbeda. Hal ini menyulitkan pemisahan secara teknis. Dalam temperatur yang mirip kita dapatkan dua buah komposisi A dan B sekaligus.
|
|
Tabel 5.2 Beberapa jenis campuran azeotropik.
|
|
|
Dengan titik didih minimum
|
|
|
Komponen,%
|
Titik didih komponen murni, C
|
Titik didih minumum C
|
66,7 Benzena
|
80,2
|
71,9
|
33,3 Isopropanol
|
82,5
|
|
11,7 tert-Butanol
|
82,8
|
79,9
|
88,3 Air
|
100,0
|
|
44 Metanol
|
64,7
|
62,3
|
56 Etil asetat
|
77,1
|
|
Dengan titik didih maksimum
|
|
|
Komponen,%
|
Titik didih komponen murni, C
|
Titik didih minumum C
|
31,3 Asam asetat
|
.118,0
|
162
|
68,7 Trietilamina
|
89,4
|
|
77 Asam format
|
101
|
107,1
|
23Air
|
100
|
|
42 Fenol
|
181,5
|
186,2
|
58 Anilin
|
184,4
|
|
Di lain
pihak sistem yang mengalami deviasi negatif dan menghasilkan titik didih
campuran lebih tinggi dari titik didih kedua komponen murninya adalah sistem
campuran aseton-kloroform. Keduanya berinteraksi membentuk kompleks satu sama
lain. Distilasi azeotropik akan diperlukan dalam kasus ini.
Dalam
industri minyak bumi, pemisahan dilakukan dengan distilasi fraksional untuk
memisahkan komponen yang mudah. Selanjutnya digunakan entrainer
untuk memisahkan kelompok-kelompok senyawa, seperti
senyawa-senyawa aromatik dipisahkan dari hidrokarbon alifatik dan alisiklik
seperti parafin dan sikloparafin. Dalam hal ini digunakan etil alkohol
sebagai entrainer pembentuk
titik didih azeotropik. Penambahan senyawa aditif ini dilakukan untuk
meminimalkan titik didih azeotropik. Fraksi destilat yang pertama mengandung
parafin dan etil alkohol dan pada proses distilasi selanjutnya campuran etil
alkohol dan senyawa-senyawa aromatik dapat diperoleh. Etil alkohol sendiri
dapat dibersihkan dari parafin dan senyawa-senyawa aromatik dengan
melarutkannya dalam air. Ada beberapa persyaratan yang harus diperhitungkan
untuk sebuah entrainer yang
baik. Di antaranya adalah:
|
65°C dengan komposisi 74 % benzena, 18,5% etanol dan
7,5% air. Jika jumIah benzena dibuat berlebih maka sisa air dapat
dihilangkan. Kemudian benzena sendiri didistilasi sampai habis pada
temperatur 68°C. Beberapa sistem azeotropik lain dapat dilihat pada Tabel 5.2.
|
1.
Senyawa-senyawa ini harus
mempunyai titik didih antara 10°-40°C di bawah titik didih dari campuran
hidrokarbon tersebut.
2.
Harus memberikan deviasi positif
terhadap sistem yang dapat membentuk titik didih azeotrop minimum dengan
salah satu hidrokarbon dalam sistem.
3.
Senyawa ini harus sangat
bercampur dengan hidrokarbon pada temperatur distilasi dan dapat larut dalam
air pada temperatur kamar sehingga sisanya dapat dengan mudah dibersihkan
dengan air.
4.
Murni dan murah harganya serta
tidak membentuk reaksi baru dengan sampel.
Cara
semacam ini juga dapat dilakukan untuk memisahkan campuran multikomponen.
Beberapa jenis entrainer yang
sering digunakan untuk kepentingan ini adalah aseton, metanol, etanol, asam
asetat, serta etilen glikol eter. Entrainer
lain juga sering digunakan dan kadang-kadang
jenisnya spesifik, tergantung pada apa yang hendak diambil dan dipisahkan
dari sampel.
|
6. Distilasi Ekstraktif
Metode
ini adalah gabungan dari metode distilasi dan metode ekstraksi. Metode
ekstraksi terjadi melalui pelarutan senyawa target pada pelarut yang dapat
memisahkan berdasarkan tipe molekul, dan dilain pihak metode distilasi
terjadi dengan pendidihan dan perubahan fase komponen menjadi gas. Walaupun
demikian, tipe distilasi ini tidak terlalu menguntungkan sehingga jarang
digunakan untuk pemisahan analitik.
Distilasi
ekstraktif mirip dengan distilasi azeotropik dalam hal penambahan senyawa
lain untuk mempermudah proses pemisahan. Dalam hal ini entrainer
disebut juga pelarut yang melakukan ekstraksi karena
senyawa yang ditargetkan dapat larut dengan baik dalam pelarut yang dipilih.
Pelarut yang diberikan dimaksudkan untuk mengubah volatilitas relatif salah
satu komponen dan mengubah titik didih campuran. Namun, berbeda dengan
distilasi azeotropik, pelarut atau entrainer
ini sebaiknya sangat tidak volatil dan mempunyai
interaksi spesifik dengan salah satu dari komponen campuran, dengan kata
lain, pelarut sanggup melarutkan senyawa komponen dengan baik. Dengan
demikian, campuran yang menyatu dengan entrainer
ini akan menempati labu distilasi di bagian bawah
karena massa jenis lebih besar
sehingga
mudah dipisahkan. •
Salah
satu contoh penggunaan distilasi ekstraktif ini adalah untuk memisahkan
benzena dan sikloheksana dengan menggunakan fenol sebagai pelarut
pengekstraksi.
|
Contoh
lain yang sering digunakan untuk contoh metode distilasi spesifik ini adalah pada
pemisahan hidrokarbon pada campuran biner. Campuran n-heptana (titik didih
98,4°C) dan metil sikloheksana (titik didih 100,8°C) mempunyai volatilitas
relatif normal, a =1,07. Dengan menggunakan anilin 85% sebagai pelarut dalam
distilasi ekstraktif ini, volatilitas relatif naik menjadi 1,4 yang akan
sangat memudahkan pemisahan. Di lain pihak, eampuran toluena (titik didih
110,6°C) dan n-oktana (titik didih 127,7°C) mempunyai volatilitas relatif 1,4
yang akan turun sampai 0,6 jika digunakan pelarut anilin 80 %.
Penurunan dalam jumlah besar ini akan memudahkan
pemisahan.
7. Sublimasi
Sublimasi
pada dasarnya adalah perubahan fase dari padat menjadi uap tanpa melalui fase
cair. Dengan demikian, proses perubahan fase ini dapat disebut sebagai
distilasi padatan. Biasanya cara ini ditempuh untuk menjaga keutuhan
senyawa-senyawa yang tidak tahan panas dan harus dilakukan preparasi pada
temperatur rendah. Jika tekanan uap senyawa yang disublimasi cukup rendah (di
bawah tekanan atmosfir) maka distilasi sublimasi dilakukan pada tekanan
rendah pula.
Cara
lain yang mempunyai prinsip ini adalah dengan eara mengalirkan gas inert
yang tidak mudah mengembun pada waktu sublimasi. Gas
ini bereampur dengan uap hasil sublimasi dan pada saat eampuran didinginkan,
uap akan menyublim lagi menjadi padatan. Proses ini juga sering disebut
sebagai sublimasi ekstraktif di mana gas yang dialirkan disebut sebagai
pelarut atau ekstraktor. Distilasi sublimasi ini juga mirip dengan distilasi
uap di mana gas pembawa ini dianalogikan dengan uap pembawa yang membantu
pengembunan dan pemisahan fraksinya.
Proses
sublimasi dapat diilustrasikan dengan diagram tiga fase seperti pada Gambar
5.12. Pada kurva sublimasi (kurva AB) adalah daerah kesetimbangan gas-padat
di mana proses sublimasi terjadi. Kurva penguapan BC juga analog dengan kurva
sublimasi namun untuk perubahan fase cair-gas dan sebaliknya.
Salah
satu faktor yang menyulitkan proses ini adalah memanaskan sampel padat untuk
menyublimkannya tanpa melelehkan padatan. Aliran panas yang diberikan harus
membuat gas segera terbentuk dengan kecepatan sublimasi yang tepat agar
padatan tidak melebur. Di lain pihak, proses kondensasi dari gas menuju fase
padat lagi tidak mudah juga untuk dilakukan, karena laju pemadatan kembali
juga harus diatur. Hal ini sering kali menyebabkan penumpukan padatan pada
kondensor dan proses distilasi sublimasi akan terhenti sampai kondensor
dibersihkan.
Daftar Pustaka
Wonorahardjo Surjani. 2013. Metode Metode Pemisahan Kimia Sebuah Pengantar. Jakarta : Akademia Permata
demikian yang dapat saya bagikan mengenai jenis-jenis destilasi semoga bermanfaat :D
|
2 komentar:
Mantap cil
Mantap cil
Posting Komentar