Jenis-jenis Destilasi

on Kamis, 14 Agustus 2014

Karena beberapa jenis distilasi berkembang dengan aplikasi ke beberapa jenis sampel, modifikasi dari metode distilasi juga berlangsung cepat. Setiap sampel, terutama sampel alam mengandung tingkat kesulitan yang berbeda dengan sampel laboratorium. Perkembangan metode analitik sering kali didorong oleh keberagaman sampel yang ada dan memerlukan studi mendalam mengenai struktur sampelnya.
Salah satu jenis distilasi yang sering dibicarakan adalah distilasi fraksional, karena sangat berguna untuk memisahkan kandungan berguna dari minyak bumi.
Distilasi vakum, distilasi uap, distilasi azeotropik, distilasi solar adalah beberapa jenis distilasi yang lain yang juga sering digunakan, melakukan pernisahan berdasarkan pada sifat pernisahan kirnia yang diperlukan sampel.

1. Distilasi Konvensional

Distilasi konvensional merujuk pada distilasi sederhana yang sering dilakukan di laboratorium pendidikan. Proses distilasi berlangsung jika campuran dipanaskan dan sebagian komponen volatil menguap naik dan didinginkan sampai mengembun di dinding kondensor. Destilat ini ditampung di sebuah tempat baru. Pada distilasi sederhana ini tidak digunakan refluks sebagai kolom fraksionasi. Destilat akan diembunkan dan dialirkan turun ke tempat penampungan seperti terlihat pada Gambar 5.9. Dalam distilasi sederhana memang tidak terjadi fraksionasi pada saat kondensasi karena komponen campuran tidak banyak. Jika campuran terdiri dari banyak komponen maka cara sederhana ini tidak dapat digunakan karena kondensat atau destilat yang didapat masih merupakan campuran juga.
Pada praktiknya, distilasi sederhana sangat sulit untuk mernisahkan komponen campuran dengan sempurna. Destilat yang tertampung masih berupa campuran dan harus dianalisis lebih lanjut. Distilasi konvensional juga sangat tidak praktis untuk mernisahkan campuran berkomponen banyak. Di lain pihak distilasi sederhana sering digunakan untuk tujuan pemurnian sampel dan bukan pemisahan kimia dalam arti sebenarnya. Distilasi sederhana juga sering digunakan untuk keperluan di laboratorium kirnia untuk menggambarkan proses pernisahan sederhana.


2. Distilasi Fraksional

Distilasi fraksional sangat bergantung pada kondisi campuran yang akan dipisahkan. Jumlah piring teoretis yang dilukiskan dalam persamaan Fenske dan secara operasional masih ada beberapa koreksi dari apa yang telah dikemukakan pada persamaan Fenske. Metode McCabe- Thielle memperhitungkan garis aktual yang berbeda dari garis operasi ideal (garis X = Y). Dengan demikian, dalam metode ini ada garis baru di dekat garis operasi yang memperhitungkan kemungkinan perbedaan komposisi cair dan uap yang diasumsikan konstan. Rasio refluks dalam hal ini memang sangat bergantung pada kondisi eksperimen, campuran yang dipisahkan dan hasil yang diharapkan.
Jika dibandingkan dengan distilasi sederhana biasa, distilasi fraksi minyak bumi dapat digunakan sebagai contoh. Pada Gambar 5.10 digambarkan perubahan titik didih lawan persentase destilat yang memiliki pola berbeda antara distilasi fraksional dengan 100 piring teoretis dan distilasi sederhana biasa. Pada distilasi fraksional setiap pemisahan komponen dilukiskan dengan bagian kurva yang mendatar dan berubah menurut temperatur. Pada distilasi biasa di mana tidak digunakan pemisahan fraksi-fraksi destilat karena kondisi eksperimennya. Dengan sendirinya tidak ada garis mendatar pada grafik temperatur vs persentase destilat. Untuk tujuan pemurnian sering digunakan distilasi sederhana.
 

3. Distilasi Vakum

Distilasi vakum dilakukan dengan menurunkan tekanan, dari beberapa ratus mmHg sampai 0,001 mmHg atau hampir vakum. Tujuan utamanya adalah menurunkan titik didih cairan yang bersangkutan. Hal ini dilakukan jika senyawa-senyawa target mudah terdekomposisi pada titik didihnya atau jika titik didih senyawa target susah untuk dicapai. Tambahan lagi, volatilitas relatif juga meningkat jika tekanan diturunkan.
Dengan demikian, rancangan peralatan distilasi tidak sederhana karena memerlukan sistem tertutup. Kolom distilasi biasanya mempunyai desain sebagai kolom berisi dan tertutup (packed column) untuk distilasi fraksional. Distilasi vakum tinggi (high vacuum distillation) dilakukan untuk tekanan 1-50 mmHg. Di bawah 1 mmHg distilasi dilakukan dengan kolom fraksionasi khusus.
Distilasi vakum sangat berhubungan dengan distilasi fraksional. Untuk kolom fraksionasi besaran yang digunakan untuk menentukan keberlangsungan proses adalah HETP (height equivalent to a theoreticai plates) di mana harga HETP rendah merupakan indikasi sistem yang baik.
4. Distilasi Uap
Distilasi uap dilakukan untuk mernisahkan komponen campuran pada temperatur lebih rendah dari titik didih normal komponen-komponennya. Dengan cara ini pernisahan dapat berlangsung tanpa merusak komponen-komponen yang hendak dipisahkan. Cara ini dapat dipilih jika komponen-komponen yang dipisahkan sensitif terhadap panas dan harus dijaga.
Ada dua cara melakukan distilasi uap. Yang pertama adalah dengan menghembuskan uap secara kontinu di atas campuran yang sedang diuapkan. Cara kedua adalah dengan cara mendidihkan senyawa yang dipisahkan bersama dengan pelarut yang diuapkan. Komponen yang dipisahkan dididihkan bersama-­sama dengan pelarutnya. Tekanan parsial dari komponen ini secara bertahap akan mencapai kesetimbangan tekanan total sistem.
Dalam model distilasi uap ini temperatur dari komponen yang dipisahkan dapat diturunkan dengan cara menguapkannya kepada uap pembawa (carrier), biasanya uap pelarut. Temperatur penguapan dalam hal ini lebih rendah dari temperatur didih senyawa-senyawa yang dipisahkan. Hal ini juga untuk menjaga agar senyawa­-senyawa komponen yang dipisahkan tidak rusak karena panas. Jika pelarutnya air maka uap pelarut adalah uap air. Uap pelarut ini akan membawa serta komponen 



5. Distilasi Azeotropik
Tipe distilasi semacam ini biasa digunakan untuk campuran azeotropik di mana komponen campuran yang dipanaskan bersama-sama membentuk titik azeotropik karena sifat kimia yang berbeda dari komponen-komponen yang ada dalam campuran. Dengan demikian, pemisahan bertahap dengan cara distilasi biasa tidak menguntungkan. Biasanya hal ini diatasi dengan menambahkan sebuah senyawa lain yang akan mengubah volatilitas relatif dari senyasenyawawa- dalam campuran agar mudah dipisahkan. Senyawa-senyawa aditif ini biasa disebut sebagai "entrainer" yang berupa senyawa-senyawa yang mengubah "sisa" dari proses distilasi pada komposisi tertentu.
Kebanyakan sistem azeotropik membentuk titik didih bersama di bawah titik didih normal masing-masing komponen. Sistem ini disebut mempunyai sebuah minima. Ada beberapa sistem azeotropik memiliki sebuah maksima, namun yang sering terjadi adalah sistem-sistem yang memiliki minima. Gambaran mengenai proses distilasi dari campuran yang mempunyai minima dapat dilihat pada Gambar 5.11.
Sebagai contoh, komposisi (1) dan (2) didapat dari dua buah temperatur distilasi sistem azeotrop dengan sebuah minima. Atau dalam satu temperatur kita mendapatkan dua buah komposisi A maupun B yang jauh berbeda. Hal ini menyulitkan pemisahan secara teknis. Dalam temperatur yang mirip kita dapatkan dua buah komposisi A dan B sekaligus.



Pada praktiknya, campuran etanol dan air juga merupakan sebuah campuran azeotropik dengan sebuah minima di suhu 78,15°C di mana komposisi etanol mencapai 96,5%. Sistem seperti ini disebut sistem yang mengalami deviasi positif, dalam arti tekanan uap total lebih tinggi dari tekanan uap murni masing-masing komponen. Ada beberapa jenis interaksi antara molekul air dan etanol sehingga memberikan deviasi dari keadaan campuran sempurna. Namun hal ini menguntungkan karena etanol hampir murni didapat pada temperatur minimanya. Untuk menghilangkan sedikit sisa komponen airnya (3,5%) diberikan sebuah entrainer dan dalam hal ini benzena merupakan entrainer yang serig dijadikan contoh. Selanjutnya akan terbentuk campuran azeotrop baru dengan titik didih minima lebih rendah, yakni


Tabel 5.2 Beberapa jenis campuran azeotropik.

Dengan titik didih minimum

Komponen,%
Titik didih komponen murni, C
Titik didih minumum C
66,7 Benzena
80,2
71,9
33,3 Isopropanol
82,5

11,7 tert-Butanol
82,8
79,9
88,3 Air
100,0

44 Metanol
64,7
62,3
56 Etil asetat
77,1

Dengan titik didih maksimum


Komponen,%
Titik didih komponen murni, C
Titik didih minumum C
31,3 Asam asetat
.118,0
162
68,7 Trietilamina
89,4

77 Asam format
101
107,1
23Air
100

42 Fenol
181,5
186,2
58 Anilin
184,4

Di lain pihak sistem yang mengalami deviasi negatif dan menghasilkan titik didih campuran lebih tinggi dari titik didih kedua komponen murninya adalah sistem campuran aseton-kloroform. Keduanya berinteraksi membentuk kompleks satu sama lain. Distilasi azeotropik akan diperlukan dalam kasus ini.
Dalam industri minyak bumi, pemisahan dilakukan dengan distilasi fraksional untuk memisahkan komponen yang mudah. Selanjutnya digunakan entrainer untuk memisahkan kelompok-kelompok senyawa, seperti senyawa-senyawa aromatik dipisahkan dari hidrokarbon alifatik dan alisiklik seperti parafin dan sikloparafin. Dalam hal ini digunakan etil alkohol sebagai entrainer pembentuk titik didih azeotropik. Penambahan senyawa aditif ini dilakukan untuk meminimalkan titik didih azeotropik. Fraksi destilat yang pertama mengandung parafin dan etil alkohol dan pada proses distilasi selanjutnya campuran etil alkohol dan senyawa-senyawa aromatik dapat diperoleh. Etil alkohol sendiri dapat dibersihkan dari parafin dan senyawa-senyawa aromatik dengan melarutkannya dalam air. Ada beberapa persyaratan yang harus diperhitungkan untuk sebuah entrainer yang baik. Di antaranya adalah:
65°C dengan komposisi 74 % benzena, 18,5% etanol dan 7,5% air. Jika jumIah benzena dibuat berlebih maka sisa air dapat dihilangkan. Kemudian benzena sendiri didistilasi sampai habis pada temperatur 68°C. Beberapa sistem azeotropik lain dapat dilihat pada Tabel 5.2.



1.          Senyawa-senyawa ini harus mempunyai titik didih antara 10°-40°C di bawah titik didih dari campuran hidrokarbon tersebut.
2.          Harus memberikan deviasi positif terhadap sistem yang dapat membentuk titik didih azeotrop minimum dengan salah satu hidrokarbon dalam sistem.
3.           Senyawa ini harus sangat bercampur dengan hidrokarbon pada temperatur distilasi dan dapat larut dalam air pada temperatur kamar sehingga sisanya dapat dengan mudah dibersihkan dengan air.
4.          Murni dan murah harganya serta tidak membentuk reaksi baru dengan sampel.
Cara semacam ini juga dapat dilakukan untuk memisahkan campuran multikomponen. Beberapa jenis entrainer yang sering digunakan untuk kepentingan ini adalah aseton, metanol, etanol, asam asetat, serta etilen glikol eter. Entrainer lain juga sering digunakan dan kadang-kadang jenisnya spesifik, tergantung pada apa yang hendak diambil dan dipisahkan dari sampel.
6. Distilasi Ekstraktif
Metode ini adalah gabungan dari metode distilasi dan metode ekstraksi. Metode ekstraksi terjadi melalui pelarutan senyawa target pada pelarut yang dapat memisahkan berdasarkan tipe molekul, dan dilain pihak metode distilasi terjadi dengan pendidihan dan perubahan fase komponen menjadi gas. Walaupun demikian, tipe distilasi ini tidak terlalu menguntungkan sehingga jarang digunakan untuk pemisahan analitik.
Distilasi ekstraktif mirip dengan distilasi azeotropik dalam hal penambahan senyawa lain untuk mempermudah proses pemisahan. Dalam hal ini entrainer disebut juga pelarut yang melakukan ekstraksi karena senyawa yang ditargetkan dapat larut dengan baik dalam pelarut yang dipilih. Pelarut yang diberikan dimaksudkan untuk mengubah volatilitas relatif salah satu komponen dan mengubah titik didih campuran. Namun, berbeda dengan distilasi azeotropik, pelarut atau entrainer ini sebaiknya sangat tidak volatil dan mempunyai interaksi spesifik dengan salah satu dari komponen campuran, dengan kata lain, pelarut sanggup melarutkan senyawa komponen dengan baik. Dengan demikian, campuran yang menyatu dengan entrainer ini akan menempati labu distilasi di bagian bawah karena massa jenis lebih besar
sehingga mudah dipisahkan.                         •
Salah satu contoh penggunaan distilasi ekstraktif ini adalah untuk memisahkan benzena dan sikloheksana dengan menggunakan fenol sebagai pelarut pengekstraksi.



Contoh lain yang sering digunakan untuk contoh metode distilasi spesifik ini adalah pada pemisahan hidrokarbon pada campuran biner. Campuran n-heptana (titik didih 98,4°C) dan metil sikloheksana (titik didih 100,8°C) mempunyai volatilitas relatif normal, a =1,07. Dengan menggunakan anilin 85% sebagai pelarut dalam distilasi ekstraktif ini, volatilitas relatif naik menjadi 1,4 yang akan sangat memudahkan pemisahan. Di lain pihak, eampuran toluena (titik didih 110,6°C) dan n-oktana (titik didih 127,7°C) mempunyai volatilitas relatif 1,4 yang akan turun sampai 0,6 jika digunakan pelarut anilin 80 %. Penurunan dalam jumlah besar ini akan memudahkan pemisahan.
7. Sublimasi
Sublimasi pada dasarnya adalah perubahan fase dari padat menjadi uap tanpa melalui fase cair. Dengan demikian, proses perubahan fase ini dapat disebut sebagai distilasi padatan. Biasanya cara ini ditempuh untuk menjaga keutuhan senyawa-senyawa yang tidak tahan panas dan harus dilakukan preparasi pada temperatur rendah. Jika tekanan uap senyawa yang disublimasi cukup rendah (di bawah tekanan atmosfir) maka distilasi sublimasi dilakukan pada tekanan rendah pula.
Cara lain yang mempunyai prinsip ini adalah dengan eara mengalirkan gas inert yang tidak mudah mengembun pada waktu sublimasi. Gas ini bereampur dengan uap hasil sublimasi dan pada saat eampuran didinginkan, uap akan menyublim lagi menjadi padatan. Proses ini juga sering disebut sebagai sublimasi ekstraktif di mana gas yang dialirkan disebut sebagai pelarut atau ekstraktor. Distilasi sublimasi ini juga mirip dengan distilasi uap di mana gas pembawa ini dianalogikan dengan uap pembawa yang membantu pengembunan dan pemisahan fraksinya.
Proses sublimasi dapat diilustrasikan dengan diagram tiga fase seperti pada Gambar 5.12. Pada kurva sublimasi (kurva AB) adalah daerah kesetimbangan gas­-padat di mana proses sublimasi terjadi. Kurva penguapan BC juga analog dengan kurva sublimasi namun untuk perubahan fase cair-gas dan sebaliknya.
Salah satu faktor yang menyulitkan proses ini adalah memanaskan sampel padat untuk menyublimkannya tanpa melelehkan padatan. Aliran panas yang diberikan harus membuat gas segera terbentuk dengan kecepatan sublimasi yang tepat agar padatan tidak melebur. Di lain pihak, proses kondensasi dari gas menuju fase padat lagi tidak mudah juga untuk dilakukan, karena laju pemadatan kembali juga harus diatur. Hal ini sering kali menyebabkan penumpukan padatan pada kondensor dan proses distilasi sublimasi akan terhenti sampai kondensor dibersihkan.

Daftar Pustaka
Wonorahardjo Surjani. 2013. Metode Metode Pemisahan Kimia Sebuah                        Pengantar. Jakarta : Akademia Permata

demikian yang dapat saya bagikan mengenai jenis-jenis destilasi semoga bermanfaat :D


2 komentar:

Unknown mengatakan...

Mantap cil

Unknown mengatakan...

Mantap cil

Posting Komentar